Do Not Judge A Person From His Appearance

Kisah singkat di
atas, pesan yang ingin disampaikan Nabi adalah bahwa penampilan tidak menjamin
keaslian, jangan sampai tertipu dengan melihat fisik dan penampilan yang kasat
mata. Namun demikian bukan berarti juga bahwa apa yang akan dilihat orang lain
menjadi hal yang sepele dan tidak diperhatikan. Penampilan itu perlu tetapi isi
lebih perlu, casing menjadi daya tarik tapi fasilitas yang ada di
dalamnya menjadi daya tarik berikutnya, cover buku dengan judul yang bombastis
sebagai nilai jual tetapi isi buku yang menyebabkan seseorang terinspirasi menjadi
nilai lebih dari buku tersebut.
Lagi-lagi kisah di
atas, memberikan pembelajaran jangan kita mudah menghakimi seseorang secara
spontan hanya karena ia kurang meyakinkan, penampilannya biasa-biasa saja
ternyata ia memiliki kompetensi yang jarang dimiliki orang kebanyakan. Pada
kisah lain disebutkan ada seorang yang diundang menghadiri jamuan makan malam
bersama para pejabat kerajaan, saat ia berada di depan pintu masuk yang dijaga
oleh sekuriti setempat, ia dicegat dan diinterview apakah benar ia diundang
dalam acara ini. Pertanyaan ini muncul karena pakaian yang dipakainya sama
sekali tidak mencerminkan status dan derajat siapa yang mengundangnya. Akhirnya
tamu tersebut pulang ke rumah dan kembali ke tempat undangan dengan pakaian
yang sangat meyakinkan, gagah dan terkesan pakaian mahal, saat ia dihadapan
sekuriti iapun dipersilakan masuk. Saat sudah dimeja makan ia segera melepas
pakaian mahal yang dipakainya tadi dan meletakkan baju mahal itu di atas meja
hidangan sambil berujar, “wahai baju, makanlah hidangan ini, karena yang
diundang adalah kemewahanmu, yang dipersilakan masuk adalah bajumu yang mahal
dan bukan kehadiranku”.
Saudaraku, memvonis
dini adalah tindakan yang kurang bijak, agama kita mengajarkan tentang husnuzh
zhan, tasamuh, ta’awun dan sebagainya. Bisa saja orang yang pakaiannya biasa
saja lebih mulia dari mereka yang terbiasa berdasi, kemeja putih, berjas bersih
dan harum. Bisa saja seorang yang pekerjaannya tukang kayu, tukang bangunan dan
sejenisnya lebih dipandang dan diijabah doanya daripada mereka yang berprofesi
“agak terhormat”, mungkin saja orang yang omongannya jarang didengar oleh
manusia sekitar tetapi ternyata permohonan dan keluh-kesahnya lebih didengar
Allah SWT. Untuk yang terakhir ini dikisahkan lewat sosok Uwaisy al Qarny
sebagai tipe manusia yang ia biasa saja dihadapan makhluk bumi tetapi hajatnya
didengar dan dikuatkan oleh penghuni makhluk langit.
Kebiasaan lisan
yang mudah mengomentari apapun yang lewat, apapun yang terjadi dan apapun yang
didengar menjadi salah satu sebab kita terbiasa memberikan penilaian tersendiri
pada orang lain. Kecanggihan teknologi saat ini menjadi media bebas yang dapat
menjerumuskan penggunanya pada liarnya lisan dan men-judge orang lain.
Hingga pada bagian inipun al-Quran memberikan aturan janganlah segera
mempercayai berita dan info yang masuk (baik didengar, dilihat di media)
sebelum adanya kejelasan (tabayyun) dan jika sudah ada kejelasan harus
dipilih dan dipilah lagi apa perlunya untuk disebarluaskan yang jika ternyata
membawa kemudharatan dan menyebabkan kerukunan dan kedamaian menjadi terusik
tentunya sangat bijak untuk tidak diekspos.
Orang yang bijak
adalah yang mampu mengendalikan lisannya, orang yang bijak adalah yang tidak
mudah memvonis orang lain dan orang yang bijak adalah yang mendahulukan husnuzh
zhan pada orang lain. Semoga**
Tidak ada komentar