Breaking News

Kau Pernah Salah, Tapi Pasti Pernah Berbuat Baik


Belajar menjadi orang baik. Itulah pepatah yang bijak yang menunjukkan bahwa kita selalu dikelilingi oleh kesalahan dan kekhilafan. Salah dan khilaf adalah pakaian manusia. Pepatah ini mengisyaratkan juga bahwa setiap kita harus dan ingin menjadi orang baik. Baik dalam komunikasinya dengan Pencipta, bagus hubungannya dengan manusia, harmonis dengan makhluk lainnya. Belajar menjadi orang baik berbeda dengan merasa menjadi orang baik. Kalimat pertama menunjukkan kita adalah makhluk yang tidak luput dari salah dan dosa, karenanya belajar dan belajar menjadi supaya baik dan lebih baik. Kalimat kedua menimbulkan persepsi bahwa kita adalah orang baik karenanya kesan yang dimunculkan adalah minim kesalahan dan dosa. Mengapa merasa minim salah dan dosa karena merasa jadi orang yang sudah baik. Pemahaman kedua ini bisa mengarahkan seseorang untuk menyepelekan salah dan dosa dan yang lebih parah adalah memvonis orang lain sebagai pelaku dosa sesungguhnya.
Bagaimana sikap kita saat melakukan salah dan dosa. Rasulullah SAW mengajarkan jika seseorang melakukan kesalahan dan dosa lantas menyesal atas perbuatan itu dan berjanji untuk tidak mengulanginya maka langkap berikutnya aalah mengiringi kejahatan dan dosa itu dengan kebaikan yang melebihi kesalahan itu sendiri. Sederhananya jika kesalahan anda nilainya 5 maka iringilah kebaikan dengan nilai 8.
Memahami orang lain adalah sikap yang dianjurkan, namun statement tidak semudah saat berhadapan dengan kenyataan. Disinilah perlu kita membuka mata hati, membuka telingan lebar-lebar dan melapangkan dada. Bisa saja kekecewaan yang kita terima bukan karena semata ketidaksukaan orang pada kita tapi justru berawal dari respon negatif kita pada mereka. Contoh kecil, saat berpapasan dengan sesama muslim, penulis sering sapa dengan mengucapkan salam. Dari ucapan salam yang penulis sampaikan beragam intonasi dan ekpresi jawaban yang diperlihatkan. Ada yang menjawab dengan semangat, “waalaikumusalam warohmatullahi wabarokatuh”. Ada yang dengan jawaban seperlunya dan dengan intonasi yang datar, “walaikumsalam”. Jika ini sudah menjadi kebiasaan kita pada mereka, tidak ada ucapan lain yang mereka lontarkan kepada  kita selain ucapan salam juga. Bukankah respon yang dimunculkan berawal dari stimulus yang kita berikan?
Berbuat baik pasti pernah dilakukan siapapun dan demikian juga sebaliknya, hanya dengan kadar yang berbeda. Mengingat kebaikan orang adalah salah satu cara untuk senantiasa memunculkan kebaikan-kebaikan lainnya. Sementara senantiasa mengingat keburukan dan kesalahan orang akan melahirkan sikap merendahkan orang lain, dan merendahkan orang lain adalah hakikat kesombongan yang dilarang agama. Merasa paling baik, merasa paling benar akan bisa membuat seseorang anti kritik dan tidak mau disalahkan. Puncaknya, sebagaimana pengklaiman Iblis dari sikap yang ditunjukkannya dengan mengatakan sesungguhnya “aku lebih baik dari dia (Adam)”.
Memvonis selamanya dengan sikap bahwa dia selalu salah sehingga tidak menyisakan ruangan kebaikan adalah sikap yang tidak diajarkan oleh Islam. Setidaknya ada empat yang bisa menyebabkan seseorang merasa orang baik yang jika tidak disadari akan mengarah pada kesombongan yakni bertambahnya harta (kaya), bertambahnya ilmu (dengan gelar dan pangkat), bertambahnya ketenaran (dikenal dan populis) serta yang jarang dicermati adalah bertambahnya ketaatan (merasa alim dan abid).
Sebagai akhir dari tulisan ini. Firman Allah dalam QS. Asy-Syams mengajarkan kepada kita bahwa setiap kita memiliki potensi keburukan dan kebaikan. Lingkungan secara umum adalah faktor yang sangat mewarnainya. Semoga Menjadi Lebih Baik*.



Tidak ada komentar